Beberapa kali dalam 5 tahun saya bekerja, saya diberi kesempatan untuk rekruitmen calon mahasiswa baru dari beberapa daerah di Indonesia. Salah satu persyaratan kelulusannya adalah lulus tes wawancara, pada umumnya setiap wawancara akan menanyakan perilhal motivasi, ya, pertanyaan pertama yang diajukan adalah "mengapa kamu mau jadi perawat?"
Jawaban yang diberikan para aplicants sangat beragam, yang paling sering dan membuat kami jadi "agak skeptis" adalah jawaban: "cita-cita saya dari kecil", pas ditanya lagi, dari umur berapa? eh ada yang jawab "dari usia 6 tahun, soalnya seneng liat perawat pake baju putih", well..ada benernya sih..perawat identik dengan seragam putih, jadinya sering disalah artikan diibaratkan tokoh horor di rumah sakit..huft..benarkah anda bercita-cita dari kecil untuk jadi perawat? berapa banyak anak yang memang benar-benar mau bekerja untuk orang sakit, menghabiskan waktu lebih dari 7 jam di rumah sakit, bisa banget telat makan, atau makan cuma 10 menit (bagaikan tidak dikunyah), tidak sempat minum dan duduk? semua itu kami pernah alami sebagai perawat pelaksana, dibalik seragam putih kami yang makin lama memudar warnanya seiring dengan waktu.
Jawaban berikutnya yang juga jadi favorit adalah "karena perawat merupakan profesi yang mulia" dengan wajah yakin dan senyuman di wajah para interviewee..saya hanya tersenyum, dan berpikir "apa sih konsep dari mulia itu?". Saya menambah pertanyaan dengan menekankan beberapa fakta, "menurut kamu apakah pekerjaan yang mulia kalau kesemprot muntahan, terciprat dahak, kena darah dimana-mana, bersihkan kotoran orang?", dan jawabannya kembali beragam..penuh dengan rasional dan alasan yang terkesan tetap mempertahankan profesi yang mulia karena melayani orang sakit.
Kalau ditanya, apa motivasi saya untuk menjadi perawat? sederhana saja "saya senang membuat orang lain tersenyum saat mereka menderita". Apakah awalnya saya suka melayani orang sakit? mungkin tidak..saya tidak suka ke rumah sakit! Sewaktu ayah saya kecelakaan, saya "harus" ke rumah sakit, setiap saya berkunjung saya selalu tutup mata saya rapat-rapat, supaya tidak melihat mayat. Saya juga tutup hidung saya, karena tidak suka akan bau anyir darah bercampur karbol, tentunya saya berusaha tutup telinga saya, karena saya takut mendengar suara trolley besi, rasanya seperti ada keranda mayat yang mau lewat. Saya begitu takut! Saya tidak berani lihat jenasah, terlalu mengerikan buat saya.
Jadi kenapa bisa mau jadi perawat? Dilatarbelakangi dari kejadian sederhana saat saya berusia 14 tahun, ibu saya mengajak saya ke rumah sakit untuk memberikan sebuah boneka milik saya yang sudah sangat buruk rupanya, yang layak saya buang. Ibu saya berpikir akan sangat baik kalau saya yang memberikan langsung pada seorang pasien, yang tidak sengaja ngobrol dengan Ibu saya saat beliau menengok pegawai kami yang kecelakaan. Dengan setengah hati saya pergi ke rs, pasien tersebut adalah anak perempuan usia 9 tahun yang didiagnosa Polio, tubuhnya sangaaaat kurruuusss, dan dia mengalami kelumpuhan, akibat komplikasi penyakitnya dan kelalaian (petugas medis?), bokongnya menjadi luka dan kulitnya hampir tidak ada, sampai tulangnya bokongnya (sacrum) terlihat. Dia tidak bisa diobati lebih lanjut ataupun pulang, karena tidak punya uang untuk melanjutkan pengobatan dan membayar tagihan rs. Dia anak yang ditinggalkan orang tuanya, hanya ditemani oleh neneknya, yang setiap hari untuk makan saja menunggu belas kasihan pengunjung rs, dan hanya tidur beralaskan tikar lusuh, tanpa bantal dan selimut.
Saat memberikan boneka itu, pasien itu tersenyum lebar dan mengatakan terimakasih berkali-kali, lalu dia peluk boneka itu dengan erat, dia memandang mata saya dengan mata yang paling indah, jernih, dan tulus yang sampai saat ini masih terekam dalam memori saya. Saya kehilangan kata-kata, saat itu rasanya jantung saya seperti dihimpit benda berat..perasaan yang bercampur antara haru, kasihan, senang, dan tertampar telak..saya yang tidak tahu bersyukur akan apa yang saya punya, hidup nyaman, makan berkecukupan, sehat, punya orang tua lengkap. Sedangkan anak ini dengan boneka lusuh saja sudah sangat bahagia..sungguh saya tidak tahu makna mengucap syukur selama ini..lalu dia mengatakan "teh (kakak dalam bahasa Sunda), doakan saya ya supaya cepat sembuh", dan dengan ragu saya berdoa, ragu karena iman kami berbeda, dan ragu apakah saya bisa berkata-kata..alhasil saya berdoa, dan menangis sepanjang doa saya, memohon belas kasih Tuhan untuk anak itu dan neneknya.
Sejak saat itu saya jadi bertanya pada Tuhan, "apa yang dapat saya buat untuk para pasien seperti itu? apa yang Tuhan mau dalam hidup saya?". Saya mengasah panggilan itu dengan sering berkunjung ke rumah sakit, seringnya di bangsal kelas 3, yang boleh masuk 'menyelinap' dan ketemu orang sakit dan susah, yang saya lakukan hanya ngobrol dengan para pasien, mendengarkan keluhan dan cerita mereka, dan diakhir pembicaraan menawarkan untuk berdoa buat mereka, ada yang mau ada yang menolak karena beda keyakinan, but anyway, setiap pulang dari rs, hati ini dipenuhi luapan sukacita, dan membuat wajah jadi berseri-seri, kadang jalan pun loncat-loncat saking bahagianya.
Awalnya saya berpikir jawaban doa saya adalah dengan menjadi dokter, tapi setelah 2 tahun mencoba tes kedokteran ternyata saya gagal..untuk tes di universitas swasta, orangtua saya tidak punya uang, kami sedang dalam kebangkrutan. Ditengah keputusasaan Ibu saya menawarkan untuk tes di tahun kedua ambil perawat sebagai pilihan kedua, saya sama sekali tidak berpikir untuk menjadi perawat..apalah itu pekerjaannya? bantuin dokter? Ibu saya bertanya "apa motivasi kamu buat jadi dokter?" saya jawab "untuk melayani orang sakit", Ibu saya menimpali "nah, bukannya perawat juga melayani orang sakit?" wah..bener juga sih..
Well, pada akhirnya di tahun kedua, Tuhan ijinkan saya untuk lulus di Fakultas Kedokteran, Jurusan Keperawatan, Universitas Padjajaran, Bandung! Hari berlalu, yang awalnya bingung perawat itu apa kerjanya, menjadi makin lama makin jelas, dan saya mencintainya! Bisa bertemu, merawat, membuat mereka mereka merasa lebih baik dan nyaman, mendengarkan keluhan, dan menggariskan senyuman di wajah mereka, it is amazing! Indescribable! Seperti luapan sukacita dan kepuasan tersendiri yang keluar dari lubuk hati setiap berinteraksi.
Memang ada dinamika dalam kehidupan dimana saya terjebak dalam rutinitas, dan mulai apatis dalam melayani pasien dan menghadapi kematian..tapi bersyukur sekali Tuhan Sang Pemberi Semangat dan Sumber Belas Kasihan selalu ingatkan saya buat menjadi tangan kecilnya untuk melayani pasien dan juga keluarganya. Semakin hari semakin saya menyadari, bahwa profesi inilah yang memang saya inginkan, bukan untuk menyembuhkan, tapi untuk merawat. Apakah perawat itu cita-cita saya dari kecil? apakah perawat itu pekerjaan yang mulia? Ya. Saya jawab pertanyaan itu dalam proses hidup saya.
Mendengarkan setiap ungkapan hati pasien, memastikan posisi mereka nyaman dan aman, mengganti posisi setiap 2 jam sekali, memastikan mereka dapat obat dan gizi yang sesuai, menemani dan mencoba membantu mereka mengatasi setiap keluhannya atau efek samping obat, membersihkan dengan hati-hati daki yang sudah mengerak di kulit, membantu buang air kecil dan air besar apapun konsistensi, warna, dan baunya; mempertahankan jalan napas bersih dari dahak dan air liur, membersihkan mulut pasien supaya bisa menikmati makan dengan enak, menampung muntahan dengan plastik, dan membersihkannya, menemani mereka saat hembusan napas terakhir, mempersiapkan keluarga untuk menerima kepergian, memandikan jenasah korban kecelakaan yang darahnya sudah berceceran dimana-mana, mempersiapkan penampilan terakhir sebelum diserahan kepada keluarga dengan hormat. Apakah perawat itu pekerjaan yang mulia? bagaimana menurut anda?
Jawaban yang diberikan para aplicants sangat beragam, yang paling sering dan membuat kami jadi "agak skeptis" adalah jawaban: "cita-cita saya dari kecil", pas ditanya lagi, dari umur berapa? eh ada yang jawab "dari usia 6 tahun, soalnya seneng liat perawat pake baju putih", well..ada benernya sih..perawat identik dengan seragam putih, jadinya sering disalah artikan diibaratkan tokoh horor di rumah sakit..huft..benarkah anda bercita-cita dari kecil untuk jadi perawat? berapa banyak anak yang memang benar-benar mau bekerja untuk orang sakit, menghabiskan waktu lebih dari 7 jam di rumah sakit, bisa banget telat makan, atau makan cuma 10 menit (bagaikan tidak dikunyah), tidak sempat minum dan duduk? semua itu kami pernah alami sebagai perawat pelaksana, dibalik seragam putih kami yang makin lama memudar warnanya seiring dengan waktu.
Jawaban berikutnya yang juga jadi favorit adalah "karena perawat merupakan profesi yang mulia" dengan wajah yakin dan senyuman di wajah para interviewee..saya hanya tersenyum, dan berpikir "apa sih konsep dari mulia itu?". Saya menambah pertanyaan dengan menekankan beberapa fakta, "menurut kamu apakah pekerjaan yang mulia kalau kesemprot muntahan, terciprat dahak, kena darah dimana-mana, bersihkan kotoran orang?", dan jawabannya kembali beragam..penuh dengan rasional dan alasan yang terkesan tetap mempertahankan profesi yang mulia karena melayani orang sakit.
Kalau ditanya, apa motivasi saya untuk menjadi perawat? sederhana saja "saya senang membuat orang lain tersenyum saat mereka menderita". Apakah awalnya saya suka melayani orang sakit? mungkin tidak..saya tidak suka ke rumah sakit! Sewaktu ayah saya kecelakaan, saya "harus" ke rumah sakit, setiap saya berkunjung saya selalu tutup mata saya rapat-rapat, supaya tidak melihat mayat. Saya juga tutup hidung saya, karena tidak suka akan bau anyir darah bercampur karbol, tentunya saya berusaha tutup telinga saya, karena saya takut mendengar suara trolley besi, rasanya seperti ada keranda mayat yang mau lewat. Saya begitu takut! Saya tidak berani lihat jenasah, terlalu mengerikan buat saya.
Jadi kenapa bisa mau jadi perawat? Dilatarbelakangi dari kejadian sederhana saat saya berusia 14 tahun, ibu saya mengajak saya ke rumah sakit untuk memberikan sebuah boneka milik saya yang sudah sangat buruk rupanya, yang layak saya buang. Ibu saya berpikir akan sangat baik kalau saya yang memberikan langsung pada seorang pasien, yang tidak sengaja ngobrol dengan Ibu saya saat beliau menengok pegawai kami yang kecelakaan. Dengan setengah hati saya pergi ke rs, pasien tersebut adalah anak perempuan usia 9 tahun yang didiagnosa Polio, tubuhnya sangaaaat kurruuusss, dan dia mengalami kelumpuhan, akibat komplikasi penyakitnya dan kelalaian (petugas medis?), bokongnya menjadi luka dan kulitnya hampir tidak ada, sampai tulangnya bokongnya (sacrum) terlihat. Dia tidak bisa diobati lebih lanjut ataupun pulang, karena tidak punya uang untuk melanjutkan pengobatan dan membayar tagihan rs. Dia anak yang ditinggalkan orang tuanya, hanya ditemani oleh neneknya, yang setiap hari untuk makan saja menunggu belas kasihan pengunjung rs, dan hanya tidur beralaskan tikar lusuh, tanpa bantal dan selimut.
Saat memberikan boneka itu, pasien itu tersenyum lebar dan mengatakan terimakasih berkali-kali, lalu dia peluk boneka itu dengan erat, dia memandang mata saya dengan mata yang paling indah, jernih, dan tulus yang sampai saat ini masih terekam dalam memori saya. Saya kehilangan kata-kata, saat itu rasanya jantung saya seperti dihimpit benda berat..perasaan yang bercampur antara haru, kasihan, senang, dan tertampar telak..saya yang tidak tahu bersyukur akan apa yang saya punya, hidup nyaman, makan berkecukupan, sehat, punya orang tua lengkap. Sedangkan anak ini dengan boneka lusuh saja sudah sangat bahagia..sungguh saya tidak tahu makna mengucap syukur selama ini..lalu dia mengatakan "teh (kakak dalam bahasa Sunda), doakan saya ya supaya cepat sembuh", dan dengan ragu saya berdoa, ragu karena iman kami berbeda, dan ragu apakah saya bisa berkata-kata..alhasil saya berdoa, dan menangis sepanjang doa saya, memohon belas kasih Tuhan untuk anak itu dan neneknya.
Sejak saat itu saya jadi bertanya pada Tuhan, "apa yang dapat saya buat untuk para pasien seperti itu? apa yang Tuhan mau dalam hidup saya?". Saya mengasah panggilan itu dengan sering berkunjung ke rumah sakit, seringnya di bangsal kelas 3, yang boleh masuk 'menyelinap' dan ketemu orang sakit dan susah, yang saya lakukan hanya ngobrol dengan para pasien, mendengarkan keluhan dan cerita mereka, dan diakhir pembicaraan menawarkan untuk berdoa buat mereka, ada yang mau ada yang menolak karena beda keyakinan, but anyway, setiap pulang dari rs, hati ini dipenuhi luapan sukacita, dan membuat wajah jadi berseri-seri, kadang jalan pun loncat-loncat saking bahagianya.
Awalnya saya berpikir jawaban doa saya adalah dengan menjadi dokter, tapi setelah 2 tahun mencoba tes kedokteran ternyata saya gagal..untuk tes di universitas swasta, orangtua saya tidak punya uang, kami sedang dalam kebangkrutan. Ditengah keputusasaan Ibu saya menawarkan untuk tes di tahun kedua ambil perawat sebagai pilihan kedua, saya sama sekali tidak berpikir untuk menjadi perawat..apalah itu pekerjaannya? bantuin dokter? Ibu saya bertanya "apa motivasi kamu buat jadi dokter?" saya jawab "untuk melayani orang sakit", Ibu saya menimpali "nah, bukannya perawat juga melayani orang sakit?" wah..bener juga sih..
Well, pada akhirnya di tahun kedua, Tuhan ijinkan saya untuk lulus di Fakultas Kedokteran, Jurusan Keperawatan, Universitas Padjajaran, Bandung! Hari berlalu, yang awalnya bingung perawat itu apa kerjanya, menjadi makin lama makin jelas, dan saya mencintainya! Bisa bertemu, merawat, membuat mereka mereka merasa lebih baik dan nyaman, mendengarkan keluhan, dan menggariskan senyuman di wajah mereka, it is amazing! Indescribable! Seperti luapan sukacita dan kepuasan tersendiri yang keluar dari lubuk hati setiap berinteraksi.
Memang ada dinamika dalam kehidupan dimana saya terjebak dalam rutinitas, dan mulai apatis dalam melayani pasien dan menghadapi kematian..tapi bersyukur sekali Tuhan Sang Pemberi Semangat dan Sumber Belas Kasihan selalu ingatkan saya buat menjadi tangan kecilnya untuk melayani pasien dan juga keluarganya. Semakin hari semakin saya menyadari, bahwa profesi inilah yang memang saya inginkan, bukan untuk menyembuhkan, tapi untuk merawat. Apakah perawat itu cita-cita saya dari kecil? apakah perawat itu pekerjaan yang mulia? Ya. Saya jawab pertanyaan itu dalam proses hidup saya.
Mendengarkan setiap ungkapan hati pasien, memastikan posisi mereka nyaman dan aman, mengganti posisi setiap 2 jam sekali, memastikan mereka dapat obat dan gizi yang sesuai, menemani dan mencoba membantu mereka mengatasi setiap keluhannya atau efek samping obat, membersihkan dengan hati-hati daki yang sudah mengerak di kulit, membantu buang air kecil dan air besar apapun konsistensi, warna, dan baunya; mempertahankan jalan napas bersih dari dahak dan air liur, membersihkan mulut pasien supaya bisa menikmati makan dengan enak, menampung muntahan dengan plastik, dan membersihkannya, menemani mereka saat hembusan napas terakhir, mempersiapkan keluarga untuk menerima kepergian, memandikan jenasah korban kecelakaan yang darahnya sudah berceceran dimana-mana, mempersiapkan penampilan terakhir sebelum diserahan kepada keluarga dengan hormat. Apakah perawat itu pekerjaan yang mulia? bagaimana menurut anda?