"aduh capek banget deh bikin tugas, besok ujian nih, topiknya bla bla bla bla, eh kamu mau liat ngga ubanku bertambah, duh nih gara-gara banyak banget tugas, dosen nya ga kira-kira deh, mana ngasih nilainya kecil lagi, haduh.."
"busyet nih mahasiswa, kayak ga tau aja dosennya sibuk, emang hidupku cuma ngurusin dia doang? banyak lagi mahasiswa yang lain yang perlu diperhatiin, dasar ya mahasiswa jaman sekarang, manja, udah ada internet masih aja males belajar.. ga kayak dulu, mandiri, sopan, pinter-pinter, duh nih mahasiswa bikin kerutan gue bertambah aja"
"duh punya suami nih susah banget diatur, jorok..udah makan ga mau nyuci piring, baju kotor juga disimpen di atas kasur, apa sih susahnya ditaro di tempat cucian?"
"duh ini anak susah diatur, lagi nakal-nakalnya nih..apalagi nanti udah remaja, ga kebayang deh kayak gimana.."
dan masih banyak lagi "duh duh" yang lain..manusia itu punya hobby yang mirip..mengeluh dan menyalahkan..menjadi sebuah budaya. Makin mengeluh sepertinya makin keren, mengharapkan belas kasihan orang lain, makin pengen dimengerti bahwa kasian amat nih orang..wajar lah ya kalau dia bla bla bla. Makin menyalahkan orang, rasanya makin safe and secure, soalnya bukan saya yang salah, tapi dia, seharusnya tuh dia bla bla bla..
hmm, mau sampai kapan manusia seperti ini? memang ya dari awalnya sudah ada saling menyalahkan antara ular, Hawa, dan Adam..itulah dosa. Rasanya manusiawi sekali untuk jatuh ke dalam dosa, namun untuk memilih tidak melakukan dosa bagaimana caranya?
Salah satunya dengan cara bersyukur. Bersyukurlah dalam segala hal, give thanks in all circumstances.
Kalau mau dihadapi dengan pandangan skeptis, logis, dan praktis, bisa saja keluhan diatas dijawab
"ya udah ga usah sekolah, kamu ga mikir ya banyak orang pengen sekolah tapi ga punya kesempatan?
"ya udah ga usah ngajar, biar kerasa gimana jadi pengangguran ga punya duit n bingung apa yang mau dikerjain"
"ya udah ga usah punya suami, gitu aja kok repot"
"ya udah ga usah punya anak, ga mikir apa yang ga punya anak sedihnya kayak gimana? kamu masih bersyukur punya anak"
Jawaban diatas bisa saja membangkitkan konflik dan pertanyaan, sekalipun isinya fakta rasional..terkadang untuk mengubah pola pikir diri sendiri (menggunakan kata kita itu terlalu meng-generalisasi keadaan) itu penuh tantangan..tidak mudah untuk mengubah dari ngedumel jadi bersyukur..coba jika disyukuri sebagai pelajar, bisa makin bertambah wawasan dengan banyaknya tugas yang diberikan, jadi diberi kesempatan untuk membaca sesuatu dan memikirkan sesuatu, proses itu tidak sebanding dengan hanya sekedar nilai di ijasah. Sebagai dosen yang menerima harapan dari mahasiswa untuk lebih diperhatikan, bersyukur bahwa sang dosen masih dipercayai, pakai setiap kesempatan dalam interaksi dengan mahasiswa sebagai cara untuk menjadi teladan, dalam tingkah laku, perkataan, dan cara berpikir. Menunjukkan keteladanan itu akan lebih dari sekedar pelajaran dan nilai yang diberikan, hal itu mengajarkan cara menjalani hidup, dan menang atas problematika kehidupan.
Begitu pula dengan menjadi seorang Istri dan Ibu..mereka lah sosok yang sering menjadi idola dan panutan, seorang penolong yang selalu ada, dan memberikan kasih yang tulus tanpa syarat..mari bersyukur bila dipercayakan suami yang kurang rapi dan bersih, berarti ada kesempatan lain yang dipercayakan untuk istri menolong suaminya, untuk itulah wanita diciptakan, menjadi penolong bagi pria, seimbang dan sepadan.
Bila mengucap syukur jadi seorang ibu..tidak akan ada habisnya..ibu itu selalu istimewa, sampai kenapa ada Bunda Maria dan bukan Ayah Daud? menjadi Ibu itu peran agung yang dipercayakan Tuhan pada manusia..
Sekarang, marilah kita belajar bersyukur, setiap uban dan kerutan yang muncul, marilah kita hitung satu persatu, itulah tanda bahwa Tuhan begitu mengasihi kita, berkatnya terkandung dalam setiap guratan dan rambut yang memutih, ada setiap makna dalam hidup, tidak ada sesuatupun yang kebetulan, semua pilihan hidup kita ada dalam tanganNya, pilihan yang salah atau benar, semua ada jalan ceritanya. Kebijaksanaan yang terkandung dalam setiap kerutan, hikmat yang ada dalam setiap helai rambut putih, saatnya menghitung berkatNya satu persatu, udara, cahaya matahari, hujan ataupun panas, gelap ataupun terang, semua disediakan olehNya, baik untuk orang baik ataupun orang jahat, semua disediakan dengan kasih, tidak kurang tidak lebih, semuanya cukup.
"busyet nih mahasiswa, kayak ga tau aja dosennya sibuk, emang hidupku cuma ngurusin dia doang? banyak lagi mahasiswa yang lain yang perlu diperhatiin, dasar ya mahasiswa jaman sekarang, manja, udah ada internet masih aja males belajar.. ga kayak dulu, mandiri, sopan, pinter-pinter, duh nih mahasiswa bikin kerutan gue bertambah aja"
"duh punya suami nih susah banget diatur, jorok..udah makan ga mau nyuci piring, baju kotor juga disimpen di atas kasur, apa sih susahnya ditaro di tempat cucian?"
"duh ini anak susah diatur, lagi nakal-nakalnya nih..apalagi nanti udah remaja, ga kebayang deh kayak gimana.."
dan masih banyak lagi "duh duh" yang lain..manusia itu punya hobby yang mirip..mengeluh dan menyalahkan..menjadi sebuah budaya. Makin mengeluh sepertinya makin keren, mengharapkan belas kasihan orang lain, makin pengen dimengerti bahwa kasian amat nih orang..wajar lah ya kalau dia bla bla bla. Makin menyalahkan orang, rasanya makin safe and secure, soalnya bukan saya yang salah, tapi dia, seharusnya tuh dia bla bla bla..
hmm, mau sampai kapan manusia seperti ini? memang ya dari awalnya sudah ada saling menyalahkan antara ular, Hawa, dan Adam..itulah dosa. Rasanya manusiawi sekali untuk jatuh ke dalam dosa, namun untuk memilih tidak melakukan dosa bagaimana caranya?
Salah satunya dengan cara bersyukur. Bersyukurlah dalam segala hal, give thanks in all circumstances.
Kalau mau dihadapi dengan pandangan skeptis, logis, dan praktis, bisa saja keluhan diatas dijawab
"ya udah ga usah sekolah, kamu ga mikir ya banyak orang pengen sekolah tapi ga punya kesempatan?
"ya udah ga usah ngajar, biar kerasa gimana jadi pengangguran ga punya duit n bingung apa yang mau dikerjain"
"ya udah ga usah punya suami, gitu aja kok repot"
"ya udah ga usah punya anak, ga mikir apa yang ga punya anak sedihnya kayak gimana? kamu masih bersyukur punya anak"
Jawaban diatas bisa saja membangkitkan konflik dan pertanyaan, sekalipun isinya fakta rasional..terkadang untuk mengubah pola pikir diri sendiri (menggunakan kata kita itu terlalu meng-generalisasi keadaan) itu penuh tantangan..tidak mudah untuk mengubah dari ngedumel jadi bersyukur..coba jika disyukuri sebagai pelajar, bisa makin bertambah wawasan dengan banyaknya tugas yang diberikan, jadi diberi kesempatan untuk membaca sesuatu dan memikirkan sesuatu, proses itu tidak sebanding dengan hanya sekedar nilai di ijasah. Sebagai dosen yang menerima harapan dari mahasiswa untuk lebih diperhatikan, bersyukur bahwa sang dosen masih dipercayai, pakai setiap kesempatan dalam interaksi dengan mahasiswa sebagai cara untuk menjadi teladan, dalam tingkah laku, perkataan, dan cara berpikir. Menunjukkan keteladanan itu akan lebih dari sekedar pelajaran dan nilai yang diberikan, hal itu mengajarkan cara menjalani hidup, dan menang atas problematika kehidupan.
Begitu pula dengan menjadi seorang Istri dan Ibu..mereka lah sosok yang sering menjadi idola dan panutan, seorang penolong yang selalu ada, dan memberikan kasih yang tulus tanpa syarat..mari bersyukur bila dipercayakan suami yang kurang rapi dan bersih, berarti ada kesempatan lain yang dipercayakan untuk istri menolong suaminya, untuk itulah wanita diciptakan, menjadi penolong bagi pria, seimbang dan sepadan.
Bila mengucap syukur jadi seorang ibu..tidak akan ada habisnya..ibu itu selalu istimewa, sampai kenapa ada Bunda Maria dan bukan Ayah Daud? menjadi Ibu itu peran agung yang dipercayakan Tuhan pada manusia..
Sekarang, marilah kita belajar bersyukur, setiap uban dan kerutan yang muncul, marilah kita hitung satu persatu, itulah tanda bahwa Tuhan begitu mengasihi kita, berkatnya terkandung dalam setiap guratan dan rambut yang memutih, ada setiap makna dalam hidup, tidak ada sesuatupun yang kebetulan, semua pilihan hidup kita ada dalam tanganNya, pilihan yang salah atau benar, semua ada jalan ceritanya. Kebijaksanaan yang terkandung dalam setiap kerutan, hikmat yang ada dalam setiap helai rambut putih, saatnya menghitung berkatNya satu persatu, udara, cahaya matahari, hujan ataupun panas, gelap ataupun terang, semua disediakan olehNya, baik untuk orang baik ataupun orang jahat, semua disediakan dengan kasih, tidak kurang tidak lebih, semuanya cukup.